Oleh : Isak S. I. Rumadas
Pulau Mansinam adalah salah satu pulau yang berada di Kota Manokwari. Pulau ini terletak di Teluk Doreri, sebelah Timur Kota Manokwari dengan luas wilayah 410,97 Hektar. Pulau Mansinam merupakan pintu masuk pelayaran kedua di Papua Barat. Karena sebelum tiba di dermaga / pelabuhan Manokwari, kalian akan disambut oleh keindahan pantai Pulau Mansinam terlebih dahulu.
Jarak ke Pulau Mansinam ± 6 kilometer dari Kota Manokwari Provinsi Papua Barat sehingga membutuhkan waktu 10 – 15 menit untuk bisa sampai ke pulau ini dengan menggunakan perahu mesin atau biasa disebut ‘Taxi Laut’ dari Halte Kwawi dan dikenakan biaya Rp.10.000,- ( Sepuluh Ribu Rupiah ) per orang.
Pulau ini didiami oleh Suku Doreri yang berasal dari Pulau Numfor. Mereka datang dari Pulau Numfor dan tinggal di pesisir Teluk Doreh / Teluk Doreri. Awal mula kehadiran mereka datang ke Pulau Mansinam untuk menangkap ikan tetapi lama kelamaan akhirnya mereka menetap di sana.
Pulau Mansinam sendiri merupakan pulau paling bersejarah atau Pulau peradaban bagi kami orang Papua. Tepat pada tanggal 5 Februari 1855 di Mansinam, dua orang Misionaris yakni ‘Carl Wilhelm Ottouw dan Johann Gottlob Geissler’ menginjakkan kaki di Tanah Papua untuk mengabarkan injil. Namun hal itu tentunya tak semudah membalikkan telapak tangan, kedua Misionaris ini membutuhkan waktu yang cukup lama, berbagai macam usaha dan metode pendekatan untuk bisa menyampaikan kabar Injil dan boleh diterima oleh masyarakat Suku Doreri yang mendiami Pulau Mansinam. Banyak masalah dan pertentangan yang dialami kedua Misionaris dalam Misi Pekabaran Injil ini. Selanjutnya Pdt. F.J.L Van Hazelt, Jesrick, Bink, Wolders dan para zending UZV lainnya melanjutkan misi Pekabaran ini hingga pada akhirnya Injil itu boleh diterima dan menyebar hingga seluruh daratan Papua.
Hingga kini, Pulau Mansinam menjadi Ikon Wisata Religi umat Kristen di Tanah Papua. Pulau mansinam memiliki daya tarik yang istimewa lewat situs-situs bersejarah yang mengundang banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke pulau ini. Wisatawan yang datang bisa dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari Luar Negeri. Beberapa situs sejarah yang hingga kini masih terawat yakni Gereja Tua, Sumur Tua serta dibangunnya Monumen Tugu Pekabaran Injil / Tugu Peringatan Masuknya Injil di Tanah Papua. Dan pada tahun 2014, kembali dilakukan pembangunan infrastruktur megah serta sarana dan fasilitas umum lainnya meliputi : Patung Kristus Raja, Gereja, Museum Sejarah, Dermaga / Pelabuhan, Rehabilitasi Tugu Pekabaran Injil, Jalan Lingkar Pulau, Sarana Perumahan, MCK, Sarana Pendidikan, Sarana Kesehatan dan juga Sarana Penerangan.
Selain memiliki situs – situs peninggalan bersejarah dan pembangunan infrastruktur yang megah, Pulau Mansinam juga memiliki daya tarik yang cukup memikat jutaan pasang mata untuk berkunjung ke sana lewat keindahan pantai dan taman bawah laut yang indah.
Setiap tahunnya, belasan ribu umat Kristen hadiri HUT Pekabaran Injil di Pulau Mansinam. Tak hanya umat Kristen, sejumlah umat beragama lainnya ikut serta meramaikan HUT Pekabaran Injil ini melalui kegiatan – kegiatan Lomba dan Non Lomba yang diselenggarakan Panitia menyongsong HUT Pekabaran Injil di Tanah Papua. HUT Pekabaran Injil sendiri merupakan perayaan tahunan yang digelar secara rutin setiap tanggal 5 Februari di Pulau Mansinam.
Kegiatan – kegiatan Lomba maupun Non Lomba biasanya dilakukan dari pertengahan bulan Januari hingga awal bulan Februari. Adapun kegiatan – kegiatan lomba meliputi : Lomba Gerak Jalan, Lomba Yosim Pancar, Lomba Tarik Suara, Lomba Pondok atau Perahu Hias, Lomba Menulis Artikel, Lomba Poster, Lomba Video Pendek dan masih banyak lagi. Serta kegiatan Non Lomba yaitu Kerja Bakti bagi seluruh satuan Aparatur Sipil Negara mulai dari Pemerintah Provinsi hingga Pemerintah Kabupaten serta seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan ini adalah kegiatan pembersihan di Pulau Mansinam mulai dari pesisir pantai, jalan lingkar pulau, halaman gereja hingga Monumen Patung Kristus Raja. Tak hanya di Pulau Mansinam, Kota Induk yakni Kota Manokwari juga ikut dibersihkan baik halaman kantor, bahu jalan, selokan – selokan dan setiap sudut kota lainnya guna mempercantik tampilan kota menyongsong HUT Pekabaran Injil.
Dari kegiatan tersebut diatas terjalin kebersamaan, cinta kasih, kepedulian dan rasa saling menghormati antar umat beragama yang biasa kita sebut Toleransi. Entah Kristen atau Non Kristen, Keriting atau Lurus, Pendatang atau Orang Asli Papua saling bergandengan tangan dalam kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan guna mempererat tali persaudaraan dan toleransi di Kota Injil ini.
Dari Pulau Mansinam kita Orang Papua boleh mengenal terang Injil dan terhubung dengan dunia luar. Melalui perayaan HUT Pekabaran Injil ini boleh terjalin tali silaturahmi antar umat beragama di Papua terlebih khusus kami yang berada di Kota Manokwari. Pulau Mansinam bak lilin yang memancarkan terang Kasih Tuhan bagi kami orang Papua.
Tahun ini, tepat 168 tahun HUT Pekabaran Injil di Tanah Papua. Kita tahu bersama 168 tahun bukanlah usia yang muda bagi kokohnya misi penginjilan, pengajaran, pembentukan karakter bagi kami orang Papua dan tentunya harus didasari dengan cinta kasih antar umat beragama yang berdiam di Tanah Papua. Melalui HUT Pekabaran Injil ke – 168 tahun ini, marilah kita bersama menebarkan cinta kasih antar umat beragama dari Mansinam kepada seluruh umat beragama dimana saja berada.
Seperti Motto Bapak (Alm). Brigjen TNI (Purn). Abraham Octavianus Atururi ( Mantan Gubernur Provinsi Papua Barat ) “Kalo Bukan Kita, Siapa lagi. Kalo Bukan Sekarang, Kapan lagi”. Kalau bukan kita yang menebarkan cinta kasih ini, siapa lagi dan kalau bukan dari sekarang, kapan lagi toleransi antar umat beragama ini disuarakan.
Jujur, saya sebagai anak asli / anak adat Suku Doreri dari Keret Rumadas, memiliki harapan yang sangat besar bagi kami generasi penerus bangsa ini dan juga generasi penerus Suku Asli Doreri untuk menjadikan Pulau Mansinam sebagai Rumah Kita Bersama. Mansinam bukan hanya Ikon Wisata yang hanya dijadikan tempat rekreasi, tempat berlibur, tempat pacaran bagi muda – mudi, tempat mengisi kantong (saku) dan mengisi perut. Mansinam adalah wajah kami orang Papua, dari Mansinam kami orang Papua mengenal Tuhan, mengenal dunia luar, menerima yang namanya pendidikan formal dan pendidikan adat. Jangan dikotori dengan hal – hal diluar Tuhan. Saya juga merindukan Pulau Mansinam berperan penting dalam membawa perdamaian di Tanah Papua dan menjadi saksi toleransi antar umat beragama di Tanah Papua.
Sekali lagi saya tekankan “Mansinam Bukan Hanya Ikon Wisata Religi, Mansinam adalah Rumah Terpancarnya Perdamaian dan Toleransi di Tanah Papua”.
Mansinam Bawa Damai !
Papua Penuh Damai !
Salam Toleransi !
#HutPIDutaDamaiPapuaBarat
#LombaKreatifDutaDamaiPapuaBarat
#DariMansinamUntukIndonesia
#MansinamRumahKitaBersama
PROFIL PENULIS
Assalamualaikum Wr, Wb.
Syalom, Salam Sejahtera untuk kita sekalian,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajiakan.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan penyertaannya penulis boleh menyelesaikan penulisan artikel yang berjudul “MANSINAM BUKAN HANYA IKON, TETAPI RUMAH KITA BERSAMA”. Untuk itu, izinkan penulis memperkenalkan diri lewat biografi singkat ini.
Nama lengkap penulis Isak Semuel Imanuel Rumadas atau biasa disapa ‘Isak’ atau ‘Iman’, lahir di Manokwari pada tanggal 26 Desember 1994. Penulis lahir dari hasil pertemuan sperma seorang Supir dan sel telur seorang Ibu Rumah Tangga biasa. Sedikit cerita tentang nama penulis yang katanya nama – nama rohani atau yang bersumber dari Alkitab, Ayah dan Ibu penulis dikarunia seorang anak laki – laki (semata wayang) setelah usia 18 tahun pernikahan mereka sehingga penulis diberi nama pertama yaitu “Isak” sebab di dalam Alkitab kisah nabi Abraham dan Sara dikaruniakan anak pada usia mereka yang sudah tua, nama kedua yaitu “Semuel” yang memilik arti “Tuhan telah mendengar” dan nama ketiga yaitu “Imanuel” yang memiliki arti “Allah beserta kita”. Jadi, ayah dan ibu penulis percaya bahwa doa mereka telah didengar Tuhan dan Allah menyertai bahtera rumah tangga kehidupan mereka sehingga boleh dikaruniakan anak di usia mereka yang sudah tidak muda lagi.
Ayah penulis bernama (Alm). Herman Rumadas, putra asli Suku Doreri dari Keret Rumadas. Beliau adalah seorang supir taksi rute Anggori – Susweni – Aipiri – Wosi, selain menjadi seorang supir taksi, beliau diberikan jabatan sebagai Ketua Keret Rumadas. Sedangkan Ibu penulis merupakan seorang ibu rumah tangga bernama Leni Mariar.
Penulis semasa kecil menempuh pendidikan pertamanya pada usia 4 tahun di Taman Kanak – kanak ( TK ) Kurcaci (sudah tidak ada), lalu dilanjutkan ke SD YPPK Padma II (1999 – 2005) dan melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 02 Manokwari (2005 – 2008). Setelah itu penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 01 Manokwari (2008 – 2011). Sebelum mengenyam pendidikan dibangku perkuliahan, penulis sempat tinggal atau off dari dunia pendidikan selama setahun. Setelah itu pada tahun 2012, puji Tuhan penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan kembali pendidikan dibangku perkuliahan pada salah satu sekolah kedinasan di Indonesia yakni Institut Pemerintahan Dalam Negeri ( IPDN) hingga menjadi seorang Purna Praja dengan gelar Sarjana Sains Terapan Pemerintahan (S.STP).
Setelah lulus, penulis diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil selama kurun waktu 1 ( satu) tahun dan mengikuti Diklat Prajabatan pada BPSDM regional Makassar pada 2018. Selanjutnya pada bulan Agustus 2018 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Dalam Negeri dan pada bulan November penulis dipindahkan / dialih status menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang hingga saat ini.
Penulis sendiri mulai terjun kedunia tulis menulis sejak lulus dari bangku perkuliahan. Awalnya penulis hanya iseng – iseng menulis di sela waktu kerja, tetapi hal itu terus berlanjut hingga sekarang dan boleh dikatakan sudah menjadi hobi bagi penulis. Dan pada lomba artikel yang diselenggarakan oleh Duta Damai Papua Barat ini menjadi tempat pertama penulis mengikuti ajang menulis. Sebelumnya, penulis hanya menulis Puisi, Quotes tentang kehidupan, suka duka kaum bawah dan juga tentang percintaan.
Melalui Lomba Menulis Artikel ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Panitia Duta Damai Papua Barat yang boleh menyediakan wadah bagi kami para penulis untuk menyuarakan yang kami pikirkan lewat tulisan. Besar harapan saya, kegiatan ini terus berlanjut disetiap event – event di Provinsi Papua Barat.
Syowi ! ( Hormat )
Kasumasa… ( Terimakasih )