You are currently viewing <strong>Mansinam Sebagai Peradaban Injin</strong>

Mansinam Sebagai Peradaban Injin

 Pulau Mansinam sebagai pulau yang bersejarah dan menjadi pariwisata Religi Umat Kristen Protestan di Tanah Papua. Dengan adanya sejarah perjalanan pekabaran injil sampai di Pulau Mansinam menyadarkan umat kristiani di Tanah Papua, mulai dari perkotaan sampai dengan perkampungan serta pulau-pulau terpencil di Tanah Papua. Pulau Mansinam yang terletak di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Ibu Kota Manokwari ke pulau Mansinam berjarak 1,7 kilometer atau membutuhkan waktu 15 menit menggunakan perahu mesin tempel 15 PK. 

Setiap tanggal 5 Februari, ribuan orang Kristiani dari berbagai pelosok Papua datang ke tempat ini untuk mengadakan perayaan ibadah untuk memperingati pekabaran injil sebagai pondasi kehidupan orang Papua yang dibawah oleh Ottow dan Geissler sampai di Pulau Mansinam.  Dikutip dari website 2017, basa-basi.com, Pulau Mansinam memiliki luas 410,97 Ha dengan penduduk sekitar 800 jiwa, menjadi saksi awal peradaban Papua. Kata penduduk yang saat itu ditemui di perahu penyeberangan, “Belum ke Manokwari jika belum ke Mansinam.” Ketika melangkahkan kaki masuk ke dalam museum, di sebelah dinding kiri kita disuguhkan kisah CW Ottow dan rekannya JG Geissler. Tentu, jumlah penduduk 5 tahun lalu (2017) dan saat ini berbeda jauh perkembangan dan penambahan jumlah penduduk di pulau bersejarah ini. Kondisi saat ini, penambahan penduduk berdampak juga pada penambahan perumahan warga dan dusun atau perkampungan di pulau Mansinam. 

Perayaan pekabaran injil ini dirayakan di pulau Mansinam tetapi ketika mulai masuk tanggal 5 Februari, umat kristiani di pulau-pulau kecil bahkan di perkampungan selalu menyiapkan semua atribut kekristenan. yang dimaksud atribut kekristenan adalah persiapan pelayanan yang bersifat fisik, kebutuhan jasmani dan yang paling penting adalah kebutuhan rohani (spiritual needs). Perayaan hari bersejarah bukan semata untuk merayakan dengan berbagai ibadah tapi dengan sungguh-sungguh merenungkan kembali perjalanan pekabaran injil sampai di Pulau Mansinam. Kabar baik ini memberikan semangat yang baru, rohani yang baru untuk kembali merendahkan diri untuk melayani dan mengambil bagian untuk mewartakan suara Tuhan kepada umat di seluruh penjuru Dunia, terutama di Tanah Papua atau disebut dengan Peradaban Injil.

Peradaban Injil (gospel civilization) artinya hubungan sosial dan agama menjadi terhubung-erat dalam kehidupan masyarakat inklusif kekristenan. Peradaban injil benar-benar memperkuat tatanan kehidupan orang kristen di Tanah Papua bahkan di Kota Injil Manokwari. Peradaban Injil diartikan sebagai warga (orang kristen) yang maju dan merdeka dari ketertinggalan untuk memberitakan suara Tuhan di Pulau Cendrawasih Papua. 

Peradaban adalah identik dengan gagasan tentang kemajuan  sosial, baik dalam bentuk kemenangan akal dan rasionalitas terhadap dogma maupun doktrin agama, memudarnya norma – norma lokal tradisional dan perkembangan pesat ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Segala hal, berupa perbuatan dan pemikiran manusia tak bisa dilepaskan dari peradaban. Jadi, konsep peradaban bersifat mencakup semua. Oleh karena itu, menjadi beradab adalah menjadi santun dan berakhlak baik dan peduli pada orang lain, bersih dan sopan dan higienis dalam kebiasaan pribadi dan dalam kehidupan sosial. Sebuah peradaban tinggi seharusnya bisa menjaga keagungan kekristenan, memberikan kepuasan terhadap estetika psikis, dan kreativitas manusia dalam menyuarakan suara Tuhan. Oleh sebab itu, ia meniscayakan adanya fleksibilitas yang saling menunjang antara manusia dan peradabannya.

Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. misalnya aktivitas dan kreativitas masyarakat masih terdapat faktor lain yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para sarjana Muslim kontemporer umumnya menerima pendapat bahwa agama adalah asas peradaban, menolak agama adalah kebiadaban. Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber peradaban (dikutip dari guru Pendidikan.com). Menurut Anne Ahira, Peradaban adalah kebudayaan yang mengalami kemajuan yang tinggi. Arti kebudayaan adalah kebiasaan umat kristen yang setiap tahun, tanggal 5 Februari dari berbagai penjuru Tanah Papua merayakan dengan sukacita dan damai. Tujuannya untuk menciptakan perdamaian pada diri sendiri, keluarga dan kelompok sosial lainnya. Jika perdamaian ini memberikan kesejahteraan, tentu Visi dan Misi Ottow dan Geissler terwujud kepada orang kristen di Tanah Papua. 

Nilai dan Perjuangan Ottow dan Geissler. Dua orang berkebangsaan Jerman ini tiba di Pulau Mansinam dengan membawa misi penting adalah penyebaran injil (spreading the gospel). Namun saat itu, suku yang mendiami di Pulau Mansinam bersikap tertutup terhadap orang asing yang datang. Kondisi itu wajar saja karena masyarakat pulau mansinam belum banyak beradaptasi dengan orang luar atau orang asing. Namun, Ottow dan Geissler tidak menyerah dan mereka beradaptasi dengan lingkungan secara baik dan mereka terus berjuang untuk menyebarkan agama kristen kepada Suku Biak, yakni suku yang saat itu mendiami dan tinggal menetap di Pulau Mansinam. 

Cerita perjuangan kedua orang berkebangsaan Jerman ini Amat penting untuk menghormati dan menghargai serta dituangkan dalam kehidupan orang kristen di Tanah Papua. dua orang Jerman ini telah memperjuangkan sistem kehidupan dulu, saat ini dan masa yang akan datang. Maka itu, sebagai generasi cendekiawan di Tanah Papua dan Agama Kristen sebagai jati-diri yang mengajarkan nilai-nilai rohani, kehidupan dan peradaban yang tinggi, penting untuk memberitakan perjuangan Ottow dan Geissler sampai pada generasi penerus orang kristen. 

Gambar 1. Peta Pulau Mansinam.
Sumber: Citra Satelit Bing, SAS Planet. Diakses (01/30/2023)
 

#HutPIMansinam168thn  #MansinamSebagaiPeradabanInjin

PROFIL PENULIS

Foto Penulis
Nama lengkap, Yanuarius Anouw atau nama pendek Yanu. Lahir di Sinapuk Wamena, 18 Januari 1987. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 tahun 2015 dari Program Study Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP), Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) dan saat ini Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua.
Penulis saat ini bergabung dengan salah satu lembaga swasta yang berdomisi di Manokwari Provinsi Papua Barat.

Tinggalkan Balasan