Harmonisasi Umat Beragama di Bumi Kasuari Berdasarkan Sejarah

Papua adalah Pulau paling Timur Indonesia 𝙽egri dimana matahari terbit lebih dulu, yang sangat terkenal dengan sumber daya alamnya, keragaman suku dan budaya yang tercipta oleh kekayaan alam itu sendiri, sejauh ini masyarakat di papua hidup berdampingan namun dalam kepercayaan yang berbeda akan tetapi tetap rukun. Alam papua bagaikan magnet dunia yang menarik bangsa-bangsa asing untuk datang. Nuu War/Dore-Mnukwar yang sekarang di kenal dengan nama Manokwari adalah kota dimana perdagangan Burung Endemik (Cendrawasih) menjadi komoditi utaman kalah itu setelah pala di kota Fak-Fak. Jika kita bicara tentang penyebaran agama itu tidak lepas dari jalur rempah ataupun jalur perdagangan sebagai akses akulturasi budaya dan agama, yang dimana kita tahu bersama bahwa Manokwari juga dikenal dengan kota injil setelah dua penginjil yang berasal dari Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J.Geisseir. hal ini tidak lepas dari peran serta kesultanan tidore, dimana wilayah kekuasaannya mencakup sebagian besar di daerah pesisir papua kalah itu.

Dikutip dari buku Rekonstruksi sejarah umat islam ditanah papua karya Dr. Toni Victor M. Wanggai beliau mengutip hal tersebut juga bisa dibuktikan dengan adanya beberapa Marga/fam yang diberikan oleh sultan tidore untuk orang-orang yang hidup di wilayah adat Saireri, untuk Negri para Mambri (Negri Para Panglima laut) atau yang skarang dikenal dengan nama Biak. kita tau bersama suku yang mendiami Raja Ampat dan Teluk Doreri (Manokwari bagian pesisir) adalah orang-orang yang berasal dari Biak, diaspora yang dihasilkan menjadi bukti bahwa pengaruh kesultanan Tidore begitu besar.

Hal tersebut suda terjalin lama dilihat juga dari adanya muslim Papua yang lebih dulu mengenal Agama samawi, sebagaimana yang ditulis oleh Dr. J. R Mansoben (1977) bahwa agama pertama yang masuk ke Papua adalah agama Islam. sebelum adanya dua penginjil tersebut datang, terpaut empat abad lamanya dari beberapa sumber yang menyatakan hal tersebut bisa kita lihat bersama, bahwa eksistensi agama islam yang pertama masuk ke wilayah papua, namun hal tersebut tidak membatasi hati ataupun pandangan Kesultanan tidore, dalam sejarah yang tertulis di buku Muslim Papua karya  Dhurorudin Mashad (2015) beliau menyatakan bahwa kedatangan dua Misionaris Kristen pertama justru diantar oleh Mubaligh islam (Muhammad Arfan, penduduk asli Raja Ampat) utusan dari Kesultanan Tidore, pada tanggal 5 Februari 1855 tiba di sebuah pulau yang bernama Mansinam di Teluk Doreri.

Hal yang ingin saya garis bawahi dan menjadi pengalaman saya sendiri di tanah Papua ini adalah sebagian besar masyarakat yang belum mengetahui sejarah, harus mengetahui sejarah ini agar terjalin rasa simpati antar umat beragama serta ada rasa kasih sayang antar umat beragama di tanah ini dan tidak saling mendiskriminasi atas doktrin atau hal apapun yang menyatakan bahwa tanah ini milik si A dan si B, tanah ini milik kita bersama, milik Ras Melanesia yang harus kita Rawat dan Bangun untuk kepentingan bersama. Baiknya sejarah seperti ini masuk dalam mata pelajaran muatan lokal daerah (mulok) agar sedari dini diperkenalkan sejarah ini, agar keinginan untuk mencapai toleransi antar umat beragama itu tercapai.  Dengan skenario Tuhan yang menjadikan dua penginjil tersebut di antar oleh umat muslim. tidak kah kita lihat bahwasannya ada pesan yang tersirat agar kita bisa Toleransi, dan hidup berdampingan serta rukun di Bumi Kasuari ini.

Sekian Terimah Kasih.

لَكُمْ دِينَكُمْ وَلِيَ دِينِ

lakum dinukum wa liya din

Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

Profil Penulis

Rani Damayanti kayoi, anak pertama dari David kayoi dan Sarbenur Kurita lahir di Jayapura 16 Oktober 1999. Saat ini saya melanjutkan pendidikan di Universitas Papua di Fakultas Mipa/Prodi Biologi dan masih berstatus mahasiswa.                                                                                                                          

Tinggalkan Balasan