You are currently viewing PENTINGKAH MANSINAM YANG SEDERHANA ITU BAGI WAJAH TANAH PAPUA?

PENTINGKAH MANSINAM YANG SEDERHANA ITU BAGI WAJAH TANAH PAPUA?

“Perspektif faktual Ketika Konsep dan Tindakan Sederhana Menembus Sekat-Sekat Ruang SARA Demi Nilai-Nilai Kemanusiaan”

_Stenly Mandosir

Berbicara tentang perdamaian dan toleransi adalah berbicara tetang bagaiman manusia menyadari dengan sungguh dan sadar bahwa hidup bersama, saling menghormati, saling menghargai dan saling berdampingan satu sama lain adalah suatu ikatan rantai kehidupan yang sangat indah karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Namun berbicara tentang toleransi dan perdamaian dalam bingkai peran Mansinam dalam membawa perdamaian dan toleransi di Tanah Papua tanpa menyinggung unsur SARA bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah seperti membalikkan telapan tangan, sebab kita harus memahami bahwa hal menyadari sesuatu itu baik atau buruk merupakan hak setiap orang untuk memilihnya. Artikel ini ditulis untuk memberikan gambaran bahwa toleransi dan perdamaian itu lahir bukan dari suatu tindakan yang besar namun dapat lahir dari hal-hal kecil yang jarang kita sadari dan dapat berkembang menjadi besar. Namun sebelum berbicara kesadaran untuk melahirkan pemahaman bahwa perdamaian dan toleransi itu indah, artikel ini akan mengajak pembaca untuk memahami mengapa Mansinam memainkan peran penting dalam membawa perdamaian dan toleransi di Tanah Papua? sehingga slogan pada tema “ Mansinam Rumah Kita Bersama” dapat dilihat dari kacamata realistis dan dapat diaplikasikan dalam tindakan kehidupan nyata bukan hanya untuk kota Manokwari namun untuk Papua secara keseluruhan.

Kata perdamaian adalah kata yag berasal dari kata dasar “damai”yang dalam KBBI(2013:120) diartikan sebagai aman, tentram, tidak ada perang, tenang, dan “perdamaian” ditafsirkan sebagai penghentian perselisihan, begitupunjuga dengan kata toleransi. Toleransi sendiri di dalam KBBI(2013:554), diartikan sebagai bersikap menghargai pendirian orang lain, bersikap tenggang rasa. Oleh sebab itu dari arti kata dan tafsiran yang telah ada dapat disimpulkan bahwa perdamaian dan toleransi sama yaitu sama-sama adalah hal positif yang pada dasarnya selalu ada tanpa memandang unsur SARA dan itu adalah tanggung jawab semua manusia yang masih menginjakkan kaki di atas tanah ini.

Maka lahirlah sebuah pertanyaan besar. Pertanyaannya adalah mengapa Mansinam harus menjadi topik di dalam artikel ini?, jika alat ukurnya adalah karena Mansinam adalah sebuah pulau yang ada di tengah teluk indah Doreri maka akan dengan sangat mudah dipatahkan dengan argumen seperti “ bukan hanya Pulau Mansinam sendiri yang ada di tengah Teluk Doreri, masih ada dua pulau lagi yaitu Pulau Lemon dan Pulau Raimuti bahkan jika bergeser ke arah utara maka kita akan menjumpai Pulau Kaki”. Oleh sebab itu sangat penting sekali untuk kita memahami pertanyaan dasar di atas dengan baik agar perdamaian dan toleransi yang dibangun adalah perdamaian dan toleransi yang benar-bena duduk diatas fondasi sudut pandang Pulau Mansinam sebagai pembawa perdamaiandan toleransi di atas Tanah Papua.

Kamma dalam bukunya “Ajaib Di Mata Kita Jilid 1”(1981:65) mencatat nama Pulau Manaswar, Manansawari, Manasawari, dan pada tahun 1705 Jacob Weyland memberikan nama Manansawari Branderseiland, adalah nama-nama terdahulu dari pulau yang sekarang kita sebut dengan nama Pulau Mansinam. Mansinam sendiri bukan hanya sebuah pulau karang yang berdiri kokoh di tengah Teluk Doreri yang indah itu namun Pulau Mansinam sendiri memainkan peran yang sangat besar dalam melahirkan manusia-manusia yang tumbuh di dalam cinta kasih, yang diberi tanggung jawab untuk merawat perdamaian sehingga terciptalah toleransi yang indah berdasarkan cinta kasih yang tulus kepada sesama manusia tanpa memandang unsur SARA.

Kata perdamaian dan toleransi pada dasarnya adalah  berupa konsep, ide atau gagasan yang masih bersifat abstrak dan masih berada pada pemikiran manusia. Selama kata perdamaian dan toleransi masih bersifat abstrak maka kita tidak dapat melihat bentuk dari pada perdamaian dan toleransi itu sebab masih berupa ide atau gagasan, perdamaian dan toleransi akan dapat terlihat dan terasakan jika sudah diaplikasikan di dalam tindakan. Oleh sebab itu tindakan melambangkan apa yang masih bersifat ide, konsep atau gagasan tersebut. Jika kita melihat lebih dekat lagi toleransi dapat tercipta bila ada perdamaian oleh sebab itu toleransi tidak akan tercipta jika tidak ada perdamaian.

Berbicara tentang peran Mansinam sebagai pembawa perdamaian dan toleransi di Papua maka dapat dilihat dari aktivitas atau tindakan yang sederhana namun membawa nilai positif yang baik dalam membangun Papua yang penuh damai dan bertoleransi. Tindakan yang dapat dilihat sebagai ukuran bahwa Mansinam membawa perdamaian dan toleransi adalah harus tindakan yang nyata. 

Dapat kita lihat dari hal yang sangat sederhana sekali yaitu pembersihan sampah pada Pulau Mansinam. Siapapun dia akan tetap menganggap sampah adalah salah satu musuh manusia yang berat tanpa memandang SARA. Hal ini terlihat ketika semua orang bertanggung jawa membersihkan pulau Mansinam, hal tersebut dapat terlihat pada atau sebelum tanggal 5 Februari ataupun sesudah tangal 5 Februaari, bahkan di sepanjang tahun akan ada kelompok kelompok sosial dari masyarakat, pemerintah daerah bahkan TNI/POLRI yang dapat membersihkan pulau tersebut. Mungkin menurut banyak orang sampah itu kotor, ada petugas kebersihan yang lebih bertanggung jawab, masa bodoh, ataupun menganggap bahwa pembersihan Pulau Mansinam adalah hal-hal yang wajar wajar saja, namun patut diketahui bahwa hal-hal sederhana inilah yang dapat menciptakan perdamaian yang berdampak pada toleransi yang tinggi. Hal pertama yang dapat kita patut garis bawahai adalah semua orang yang terlibat dalam pembersihan pulau Mansinam mempunyai satu pemahaman dasar bahwa sampah adalah musuh manusia, dari sini kita bisa paham bahwa semua orang mempunyai konsep yang sama dan menciptakan toleransi yang tinggi dengan adanya aktivitas mengangkat sampah. Siapapun dia akan mengangkat sampah dan tangannya pasti kotor. Hal sederhana ini menggambarkan bahwa konsep tentang perdamaian dan toleransi itu bukanlah sesuatu yang berat. Ada juga saudara-saudara dari elemen lain yang turut serta dalam bakti lingkungan tersebut, hal ini dapt terlihat ketika menjelang tanggal 5 Februari atau setelah 5 Februari akan ada saudara-saudar dari seberang yang terlibat juga, ada juga sodara-sodara dari semua suku yang ikut membersihkan pulau mansinam. Hal ini menunjukan ada satu kesadaran mendasar bahwa urusan situs dan peradaban Orang Papua adalah murni milik Orang Papua namun sampah adalah musuh kita sebagai manusia oleh sebab itu wajib untuk kita perangi dan urusan perdamaian dan toleransi adalah urusan kita semua sebagai menusia untuk tetap menjaga dan merawat hal tersebut sehingga terciptalah Papua yang penuh damai dari Pulau Mansinam.

(Gambar 1. Pembersihan Pulau Mansinam)

Lalu dapat kita lihat bahwa mansinam sekarang juga telah memainkan peran sebagai tempat wisata bahkan menjadi wisata religi. Dampak dari Mansinam dijadikan sebagai Wisata Religi Yang Menjadi Ikon Pariwisata Papua Barat adalah mengharuskan kita semua dapat menerima perbedaan dan merawat perdamaian di antara sesama yang melahirkan nilai toleransi yang tinggi dan dapat membangun Papua dengan nilai kasih. Mansinam sudah bisa dapat dinikmati oleh siapa saja tanpa memandang unsur SARA. Penduduk asli dan Orang Papua yang menganggap Mansinam sebagai pulau bersejarah dan pulau peradaban sudah bisa menerima secara terbuka dengan senyuman yang manis, hati yang terbuka dan canda tawa yang khas untuk menyambut setiap orang yang berkunjung dan menikmati keindahan Pulau Mansinam. Setiap orang yang berkunjung ke pulau mansinam pun tetap menjaga nama baik Pulau Mansinam, dan tetap menghormati pulau tersebut, penduduk lokal dan juga Orang Papua sebagai pemilik peradaban Pulau Mansinam. Hal ini juga dituangkan oleh Salah satu artikel pada media online yaitu BeritaSatu.com dengan judul pada aritikelnya “Mansinam sebagai Wisata Religi Yang Menjadi Ikon Pariwisata Papua Barat” yang diunngah pada hari rabu 25 januari 2022 pukul 22.37 wit di Manokwari . Lalu juga dilihat pada hari-hari menjelang tanggal 5 Februariyaitu hari bersejarah bagi peradaban Orang Papua, Pemerintah Daerah selalu melakukan kegiatan parade menyongsong hari besar tersebut, parade tersebut selalu diikuti dari semua element maysarakat dan semua agama. Disini juga dapat dilihat peristiwa  toleransi lahir dengan pengaruh yang sangat besar. Hal ini membuktikan bahwa kebahagiaan orang papua adalah milik kebahagiaan semua orang, 5 februari bukan lagi tentang siapa yang beragama a beragama b bukan tentang suku a ataupun suku b namun persitiwa 5 Februari adalah tentang bagaimana cinta, kasih, damai dan toleransi itu lahir dari begitu banyak perbedaan, dan peristiwa Mansinam dapat menyatukan semua perbedaan itu salahsatunya seperti yang ditunjukan pada  gambar di bawah.

Hal selanjutnya yang dapat kita lihat adalah pada tahun 2019 Mahasiswa Fakultas Sastra dan Budaya UNIPA mengadakan kegiatan Kongres ILMIBSI(Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Budaya Dan Sastra Se-Indonesia). Pada tahun tersebut fakultas Sastra dan Budaya terpilih sebagai tuan rumah pelaksanaan kongres ILMIBSI, dan setelah melaksanakan kongres tersebut ada agenda yang dikenal dengan nama agenda wisata budaya dan salah satu tempat wisata budaya adalah pulau mansinam sebagai ikon Kota Manokwari. Setelah membawa peserta yang berasal dari luar Papua kami menemukan respon positif yang dapat diambil sebagai contoh yang baik. Setelah tiba di Mansinam kami menemukan respon yang sangat luar biasa dari perserta seperti gerakan gestur tubuh mengagumi, memuji bahkan adapun yang menulis puisi dan artikel pada saat itu juga. Mereka memuji keindahan pulau, situs, gereja, patung Yesus, lautan yang indah nan teduh bahkan kota manokwaripun dipuja ketika dilihat dari sudut pandang Pulau Mansinam. Perlu dicatat bahwa rata-rata peserta kegiatan adalah berasal dari luar Papua, namun mereka memahami dengan sangat baik cara menghormati situs-situs bersejarah yang ada di mansinam, mereka menghargai dengan sungguh setiap tanaman yang ada di pulau tersebut, meraka membaca dengan seksama setiap tulisan dalam bahasa asing yang ada pada situs-situs, mengerti atau tidaknya meraka namun rasa ingin tahu yang besar sangat nampak dari raut wajah meraka, sumur peninggalanpun dicoba, mereka meminum air langsung dari sumur dan membawa pulang ke penginapan. Mungkin menurut kita hal itu biasa-biasa saja atau melah merespon dengan masa bodoh dengan aktivitas mereka atau mungkin menganggap mereka udik. Namun satu hal yang harus diketahui adalah damai dan toleransi itu lahir dari hal-hal keci dan sederhan, cara mereka mengaggumi keindahan dan menghargai situs peradaban bagi kami adalah cara yang sangat baik dan bijak dalam menghargai kami yang pada dasarnya berbeda, dan disitupun tercipta damai yang indah dan toleransi yang tidak mempunyai sekat perbedaan. Biarkan mereka menghargai kami dengan cara mereka dan kami menghargai mereka dengan cara kami, pada titik temunya kami sama-sama paham bahwa damai dan toleransi adalah indah.

Dari sini kita dapat belajar bersama bahwa perdamaian itu indah, toleransi itu indah, selama damai dan toleransi masih berupa ide, gagasan dan konsep maka selama itu perdamaian dan toleransi akan terbelenggu oleh rantai-rantai keegoisan, oleh sebab itu harus diaplikasikan dalam kehidupan yan nyata. Damai dan toleransi bukan tentang suku agama ras dan adat tapi damai dan toleransi adalah tentang manusia, tentang makhluk sosial. Biarlah Pulau Mansinam sebagai pulau perdaban Orang Papua tetaplah berdiri pada porsinya sebagai dasar melahirkan cinta dan kasih yang tulus melalui sejarahnya, dan biarkan damai dan toleransi itu tetap menjadi warisan kemanusiaan dan menjadi tanggung jawab kita bersama tanpa bersinggungan dengan sudut manapun. Mansinam mengajarkan kita bahwa untuk untuk melakukan hal besar perlu dibangun dari hal-hal yang kecil, apalah gunanya memimpikan Papua yang damai dan bertoleransi sedangkan konsep damai dan toleran masih terbelenggu.

Inilah peran Mansinam dalam membawa perdamain dan toleransi di atas Tanah Papua sehingga Mansinam dapat menjadi rumah kita bersama tanpa menyinggung nila-nilai peradaban dan sara.

Dokumentasi

Gambar 1. Diunggah dari Face Book pada Selasa 17 Januari 2023 pukul 01.26 wit di Manokwari
Gambar 2 www.beritasatu.com diunggah pada hari rabu 25 januari 2022 pukul 22.37 wit di Manokwari
Gambar 3. Diunggah dari FaceBook pada hari selasa 17 januari 2023 pukul 01.34 di manokwari
Gambar 4. Dokumentasi ilmibsi Fakultas Sastra dan Budaya Unipa Manokwari
                 diambil pada Selasa 17 Januari 2023 pukul 21.12

“Tak perlu menjadi besar untuk dikenal, menjadi kuat untuk ditakuti, teriak untuk didengar dan melompat untuk dilihat. Lakukan saja hal yang dianggap sepeleh tapi selesai dengan baik ketimbang hal besar yang cuma sebatas retorika kata-kata teoritis”.

PROFIL PENULIS

Foto Penulis
Penulis dengan nama lengkap Stenly Mandosir, penulis sering dipanggil Stenly. Penulis berasal dari kota Karang Panas Biak, namun  dilahirkan di Kota Jayapura Papua. Penulis bersekolah dari Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP), Sekolah menengah atas(SMA) semuanya di kota Biak. Lalu penulis melanjutkan berkuliah di kampus Unipa Manokwari. Sekarang penulis sudah menjadi alumni. Selain menyukai sepak bola dan bermain gitar saya juga suka membaca.

“DILARANG KECEWA”

Tinggalkan Balasan