You are currently viewing KARYA AJAIB MENABUR BENIH KEDAMAIAN DAN TOLERANSI BERSAMA OTTOW DAN GEISSLER DI TANAH PAPUA

KARYA AJAIB MENABUR BENIH KEDAMAIAN DAN TOLERANSI BERSAMA OTTOW DAN GEISSLER DI TANAH PAPUA

Marthinus Jafeth Rumere, 30 Januari 2023

Benih kedamaian dan toleransi dalam Injil Kristus ditabur, sejak Misionaris Ottow dan Geissler tiba di Mansinam Tanggal 5 Februari 1855. Pandangan orang luar bahwa papua wilayah iblis, tidak menyurutkan semangat mereka ke Tanah Papua. Buah kedamaian dan toleransi dari benih yang ditabur, sekarang dinikmati oleh 254 suku etnis papua hidup bersatu dan rukun bersama suku nusantara di Tanah Papua. Oleh karena itu, masyarakat di Tanah Papua (tidak memandang agama, suku dan ras), wajib mengucap syukur setiap tanggal 5 Februari, menghormati jasa misionaris dan orang – orang yang namanya tidak diketahui tapi tindakan dan karyanya tercatat dalam sejarah Pekabaran Injil di Tanah Papua, bahwa mereka yang awal / pertamakali bersama Ottow dan Geissler menabur benih kedamaian dan toleransi.

  1. Sultan Ternate
Kerajaan Ternate dan Tidore sebagai Pusat Peradaban  Islam  Maluku (Kumparan.com)

Tahun 1824 pernjanjian pemerintah Hindia Belanda dengan raja – raja di Maluku, bahwa wilayah papua milik kekuasaan Sultan Ternate. Oleh karena itu, setiap orang dan kapal dagang yang hendak ke papua, harus seijin sultan yang beragama islam, tentu beliau berwenang tidak mengijinkan penyebaran agama lain, selain agama islam ke Tanah Papua. Karya  ajaib  dan  heran  karena  Sultan Ternate  memberikan  ijin kepada Ottow dan Geissler menyebarkan agama kristen di Tanah Papua. Residen Tidore perkenalkan mereka sebagai ahli penyelidikan alam karena takut sultan menolak memberikan ijin. Sambil tersenyum, sultan menjawab “ah, mereka itu kan penginjil.” Selain surat jalan, sultan juga menerbitkan surat jaminan perlindungan kepada kedua zendeling  (Kamma,1981). Atas pengaruh sultan, maka Duivenbode pengusaha pelayaran dan perdagangan di Ternate, bersedia mengantar Ottow dan Geisler menggunakan kapalnya ke papua. Sultan Ternate menetapkan satu keputusan besar, suatu mujizat yang ajaib dan heran sebagai awal mula benih kedamaian dan toleransi dibawa untuk ditabur di Mansinam. Tidak disebutkan Sultan Ternate ke berapa atau nama sultan yang berkuasa waktu itu. Keputusan yang diambil beliau tidak berdasarkan kepentingan kelompok, agama, maupun ras, tetapi mengasihi orang papua yang hidup primitif, merana, dan terbelenggu oleh “kegelapan” yang harus dibebaskan dari cengkraman iblis, melalui terang Injil Yesus Kristus.

2. Tukang Ternate

Gereja mula – mula di Mansinam (sudah dipugar,  Gbr. Th 1920)
Sumber : Komunitas Manokwari Tempo Dulu

Konsep zendeling tukang dari Eropa, bertolak belakang dengan sistim perbudakan di Papua, orang mansinam tidak bekerja karena semua pekerjaan dikerjakan oleh budaknya. Akibatnya, kedua misionaris mengerjakan sesuatu sendiri karena tidak memiliki budak, sehingga lelah, sakit malaria, dan luka borok sampai Geissler harus berobat selama 10 bulan di Ternate.  Ottow  sendiri  di Mansinam  dan  melihat   perang suku,  pembunuhan,  situasi  tidak  kondusif di darat (kwawi), sehingga ia putus asa dan menyurati Geissler, sebaiknya mereka pindah menginjili di Seram seperti usulan Residen Tidore dulu. Keajaiban terjadi, ketika Geissler pulang berobat dari Ternate Februari 1856, turut serta 5 orang tukang Ternate beragama islam untuk membangun  rumah di Mansinam. Tukang bekerja selama 3 bulan sesuai perjanjian, sehingga Mei 1856  mereka  kembali  ke   Ternate. Kedua penginjil melanjutkan sisa pekerjaan, dan tanggal 6 Juli 1856  mereka  pindah dari  gubug  yang  ditempati selama 1,5 tahun sejak tiba di Mansinam. Karya ajaib karena rumah yang dibangun, menjadi titik balik pelayanan yang hampir surut, bangkit kembali dengan rumah layak huni, ruang gereja, dan sekolah pertama di Mansinam dan di Tanah Papua.

Rumah Pengharapan, Rumah Peradaban, Rumah Kita Bersama karena dari rumah ini (Mansinam) benih injil ditabur, berakar, berbuah dan disebar untuk mengoyak tabir kegelapan, menciptakan kedamian dan toleransi diatas Tanah Papua. Rumah yang pondasi, batu penjuru, tiang utama, dan atapnya dikerjakan oleh 5 orang tukang ternate beragama islam yang tidak diketahui namanya. Selain itu, mereka turut menghadiri ibadah yang dilayani oleh kedua penginjil untuk menginspirasi orang mansinam menghadiri ibadah. Inilah kedamaian dan toleransi hakiki yang patut dicontoh dan dilestarikan saat ini.

3. Penginjil Perempuan Pertama Dari Papua

Gbr ilustrasi tdk boleh minder, Generasi Muda Papua Pasti Bisa !! (CNN.COM)

Ottow dan Geisler kesulitan bersosialisasi dengan orang papua karena perbedaan  budaya sebagai salah satu faktor penghambat di awal pekabaran injil. Akhirnya mereka menyewa seorang budak wanita muda papua dari pemilik kapal sekuner ternate. Geissler menulis: “Dia rajin mengikuti doa malam, mendengarkan injil, dan melakukan pola hidup kristen seperti berdoa dan mengucap syukur, cepat mengerti dan memahami Firman yang diceritakan zendeling. Kami memberikan kepadanya kelas khusus, sehingga dia menceritakan apa yang didengar, dilihat, dan dipelajari kepada orang papua. Ia sepenuhnya milik Yesus karena aktif mengabarkan injil dalam bahasa papua. Ketika pulang selama  2 bulan,  dia  tetap  menjalankan pola hidup kristen seperti berdoa sebelum makan dan tidur, serta menginjili ditengah keluarganya.”  Geissler mengajaknya ke Amberbaken sebagai juru bahasa, dia mengabarkan injil dan cara hidup orang kristen, tentang Yesus dan Firman-Nya kepada orang gunung menggunakan bahasa yang sederhana, sehingga mereka mengerti, ini menjadi tanda ajaib dan heran bagi Geisler (Kamma, 1981). Dia ikut Geissler dan rombongan dari Mansinam mencari anak buah kapal Eropa yang karam di Teluk Cenderawasih. Di setiap kampung, ia mengabarkan injil kepada orang – orang papua, serta berlutut dan berdoa bersama Geissler untuk keselamatan ABK. Ketika Geissler memulai kebaktian khusus wanita, gadis ini berusaha mengunjungi para wanita untuk mengajak mereka beribadah, sehingga wanita Mansinam lebih setia ke kebaktian dari pada pria, sebanyak 30 sampai 40 orang wanita hadir hingga ruangan penuh dan kekurangan tempat duduk.” Karya ajaib wanita muda papua sangat membantu Ottow dan Geissler, dia tidak merasa minder sebagai budak atau kalah kelas, justru imannya bertumbuh dengan pesat, menjadi tanda ajaib dan heran bagi Ottow dan Geissler. Dia aktif menginjili dalam bahasa papua, turut menabur benih kedamaian dan toleransi di Masinam dan ke luar Mansinam. Oleh karena itu, dia layak disebut penginjil perempuan pertama dari papua. Kamma (1981) Geissler menulis: “bahwa ia keluar dari rumah kami dan tidak kembali, sayang nama gadis itu tidak pernah disebut dan tidak diketahui keberadaannya.” Terimakasih, Engkaulah inspirasi generasi muda papua, tidak boleh minder : kamu pasti bisa!

REFERENSI
 
Kamma F. C., 1981.  Ajaib di Mata Kita.  Penerbit BPK Gunung Mulia.  Jakarta;
Scheuneman R., 2020.  Ottow dan Geissler.  Penerbit Gandum Mas.  Malang – Jawa Timur;
Scheuneman R., 2022.  Hidup, Pelayanan Dan Warisan Rohani, Carl Wilhelm OTTOW (1827-1862) & Johann Gottlob GEISSLER (1830-1870).  Artikel.
Wamea D., 2002.  Peranan Zending dalam Bidang Pendidikan 1855 – 1962  Tinjauan Awal Upaya Pengembangan SDM di Irian Jaya. Sasako Papua Publiser.  Manokwari.
Gambar Utama dari google by www.renselhitam.com Sejarah Mansinam dalam Film ala Hollywood
Referensi Penulis

PROFIL PENULIS

Foto Penulis
Nama Lengkap:  Marthinus J. Rumere, biasa dipanggil Rafly Rumere lahir di Manokwari pada tanggal 21 Januari 1997, anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Ruben J. Rumere dan Ibu Yunitha H. Bukorpioper. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri No. 05 Sanggeng Manokwari pada Tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama YPK 2 Manokwari lulus Tahun 2012, SMA Negeri 2 Manokwari lulus Tahun 2015. Setelah lulus SMA, penulis kuliah di Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Papua Tahun 2015 dan wisuda / meraih gelar Sarjana Peternakan (S.Pt) Tahun 2020.  Aktifitas penulis sekarang: aktif sebagai Badan Pengurus Persekutuan Angkatan Muda (BP-PAM) Jemaat GKI Ottow-Geisler Biryosi Manokwari Tahun 2022 – 2027, dan Anggota Seksi Kerohanian Kelompok Kerja Pemuda (KKP) Klasis GKI Manokwari Tahun 2022 – 2027. Sehari – hari bekerja usaha (bisnis) peternakan ayam potong untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakat di Kota Manokwari.

This Post Has One Comment

  1. Hana Rumere

    Very Good, tetap berkarir terus🙏😇 Tuhan Yesus Memberkati

Tinggalkan Balasan